Kepergian mereka
Hari Minggu
yang sangat sejuk. Udara pagi ini benar-benar membuat hatiku tentram dan damai.
Suara gemuruh air hujan turun membasahi atap genting rumahku. Begitu deras
kedengarannya. Membuatku nyaman di samping Bunda. Aku memulai percakapan.
‘’Bun, apa Vera boleh bertanya?’’ tanya apa ,sayang?’’ Bunda kembali bertanya.
‘’Em… Apa Vera punya Ayah? Dimana dia sekarang?’’ tanyaku ragu. Lama aku
menanti jawaban Bunda. Namun tak sepatah katapun yang keluar dari bibir Bunda.
‘’Bun… Bunda kenapa? Jawab ,Bun. Apa Bunda sakit?’’ tanyaku pelan. ‘’Bunda gak apa-apa kok ,sayang. Bunda baik-baik aja.’’ Jawab Bunda.
Keesokan
harinya ,sepulang aku sekolah. Kembali pertanyaan itu keluar dari mulutku. ‘’Bunda
,apa Ayah gak sayang lagi sama kita? Kenapa Ayah pergi? Vera
rindu Ayah…’’ kataku terisak. ‘’Sayang ,Ayah juga pasti rindu kepadamu. Sudah
,kamu pasti lelah. Lebih baik kamu istirahat dulu.’’ Jawab Bunda lembut. ‘’Bun,
semua teman-teman Vera punya Ayah. Mengapa Vera tidak? Vera malu ketika di
tanya Ayah Vera siapa.Vera harus menjawab apa Bun?’’ mulutku terus mengeluarkan
pertanyaan-petanyaan itu. Dengan sabar Bunda menjawab ,‘’Ayahmu seorang yang
baik ,Sayang. Percayalah.’’
Seminggu
sudah tidak ku tanyakan kepada Bunda tentang keberadaan Ayah. Sungguh ,aku
rindu kepada Ayah. Sebingkai fotopun tentang Ayah tidak ku temukan di rumahku
ini. Kemana Ayah? Begitu gumamku dalam hati. Mengapa Ayah tega meninggalkanku
dan Bunda. Andai saja Ayah tahu ,aku begitu merindukannya. Ayah ,Vera ingin
ayah kembali. Ayah dimana… Kembalilah ayah.
14 tahun
sudah aku hidup tanpa seorang Ayah. Kini aku kelas IX SMP. Tak ku lupakan
pertanyaanku 10 tahun lalu. ‘’Bunda ,Vera rindu Ayah.’’ Ucapku perlahan. Dan
kali ini Bunda membuka mulutnya dan menjawab ucapanku. ‘’Sayang ,Ayah juga
rindu padamu. Bunda yakin itu. Nanti kamu akan mengetahui keberadaan Ayahmu
,Sayang.’’ Jawab Bunda penuh kasih sayang. Bunda kini berumur 32 tahun. Bunda
masih terlihat seperti dulu. Tetap tegar ,sabar ,tabah ,dan tetap cantik
seperti 10 tahun lalu. Mengapa Ayah tega meninggalkan wanita cantik seperti
Bunda.
Di rumahku
yang besar dan mewah ,hanya di tempati oleh dua orang saja. Sepi sekali. ‘’Andai saja ayah masih ada. Pasti akan
semakin ramai rumah ini.’’ Ucapku dalam
hati. Aku kasihan melihat Bunda. Harus banting tulang membiayai kebutuhan kami.
Bunda sekarang bekerja di sebuah perusahaan besar di Ibukota. Bunda wanita yang
kuat. Aku bangga kepada Bunda. Aku harus bisa membuat Bunda bahagia.
Suatu hari ,sekolahku
mengadakan camping khusus untuk anggota OSIS di sekolahku. Aku
tak tega jika harus meninggalkan Bunda sendiri di rumah. ‘’Bunda ,sekolah Vera akan
mengadakan camping.’’ Laporku kepada
Bunda sore itu. ‘’terus? Apa kamu ingin mengikutinya? Bunda gak apa-apa kok kalau kamu tinggal sendiri di rumah. Pergi saja.’’ Komentar
Bunda lembut. ‘’tapi ,Vera gak tega
ninggalin Bunda sendiri di rumah. Nanti Bunda kesepian. Vera juga takut Bunda
kenapa-kenapa.’’ Bunda tersenyum. Dan mulai mendekatiku. ‘’gak apa-apa ,sayang. Bunda akan baik-baik aja kok. Pergilah jika
kamu menginginkannya.’’ Bunda berkata lembut sambil membelai rambutku.
‘’Baiklah Bunda. Vera memang sangat ingin mengikutinya. Hari Minggu besok kami
akan pergi.’’ Kataku kepada Bunda. Dan Bunda hanya mengangguk tersenyum.
‘’Terima kasih ,Bunda. Vera sayang Bunda.’’ Aku mencium pipi Bunda dan
memeluknya erat.
Tibalah
saatnya aku dan anggota OSIS lain pergi camping.
Aku pamit dengan Bunda. Tak tega rasanya. Tapi aku juga tidak ingin melewatkan kesempatan
ini. Semoga Bunda tidak kenapa-kenapa.
Kamipun
akhirnya sampai di lokasi camping. Aku
segera menelepon Bunda. ‘’Bunda ,kami sudah tiba di lokasi camping. Bagaimana keadaan Bunda?’’ aku mengkhawatirkan keadaan
Bunda. ‘’Bunda baik-baik aja ,Sayang. Kamu baik-baik juga ya disana.’’ Jawab
Bunda. ‘’oke ,Bunda.’’ Jawabku semangat. Setelah mengabari Bunda ,aku pun
kembali bergabung bersama teman-temanku.
Malam ini
di lokasi camping ,udaranya sangat
dingin. Hingga menusuk tulang-tulangku. Menggigil aku dibuatnya. Seakan aku
terbuai oleh kesejukan malam ini ,aku melupakan semuanya. Termasuk Bunda. Aku
tak sempat mengabari Bunda. Aku sibuk dengan kegiatanku malam ini.
Tadi siang
,tanpa ku ketahui Bunda jatuh pingsan di kantornya. Ketika aku sedang asyik bersama teman-temanku ,aku di
kabari oleh seorang tetanggaku bahwa Bunda sedang sakit. ‘’Benarkah ,Bu? Apa
Bunda akan baik-baik saja? Tolong jaga Bunda ya ,Bu. InsyaAllah saya akan
pulang malam ini juga. Terima kasih ya ,Bu atas informasinya.’’ Jawabnya tanpa
jeda.
Sesampainya
aku di rumah ,aku menemukan Bunda di kamarnya dengan rawut wajah yang tidak
biasanya. Wajah Bunda kelihatan pucat. ‘’Bunda… Ini Vera. Bunda kenapa? Maafkan
Vera yang sudah ninggalin Bunda sendiri.’’ Bunda hanya dapat tersenyum melihatku
kembali.
Sebulan
sudah penyakit Bunda tak kunjung sembuh. Walau terkadang Bunda sudah bisa
berdiri dan berjalan. Namun penyakitnya bisa saja muncul tiba-tiba. Aku tak
kuasa melihat penderitaan Bunda seperti ini. Aku ingin Bunda di rawat di Rumah
Sakit agar dapat mengetahui penyakit Bunda sebenarnya apa. ‘’tidak perlu
,Sayang. Bunda baik-baik saja kok.’’ Begitu jawaban Bunda setiap aku ingin
mengajaknya ke Rumah Sakit. Hingga akhirnya ,ketika aku pulang sekolah ,aku
menemukan Bunda tergeletak di lantai kamar mandi. ‘’Astaghfirullah.. bunda!!
Bunda kenapa?’’ pertanyaanku tak ada jawabannya.
Aku sangat
terpukul ketika mengetahui Bunda memiliki penyakit gagal ginjal. Kenapa Bunda
tidak mengatakannya kepadaku? Apa Bunda tak ingin aku mengetahuinya? Kenapa? Oh
,Tuhan. Tolong selamatkan Bunda. aku tak ingin kehilangan dia. Aku amat
menyayanginya.
Tak terasa
,2 minggu sudah Bunda dirawat di Rumah Sakit ini. Aku sedih melihat Bunda yang
lemah seperti ini. Apa yang Bunda rasakan ,seakan dapat ku rasakan juga. Kata dokter
,ia sudah stadium 4. Kenapa Bunda tidak memberitahu aku tentang semua ini? Aku gak mau kehilangan Bunda. Bunda harus
sembuh. Bagaimanapun caranya.
Sekarang aku
berusia 17 tahun. Tepat di umurku yang ke-17 aku menemukan kebahagiaan baru.
Kini Bunda telah sehat walaupun belum sepenuhnya sembuh dan kehidupanku kembali
berjalan normal seperti dulu. Namun ,tak bisa terlupakan olehku tentang Ayah.
Aku tak pernah tahu Ayahku siapa. Suatu hari ,kembali aku bertanya kepada
dengan pertanyaan yang sama dengan beberapa tahun lalu. ‘’Ayah dimana ,Bun?
Vera rindu sama Ayah. Kapan Vera bisa bertemu Ayah?’’ ‘’sekarang ,kamu fokus ke
sekolah dulu. Nanti kamu akan tahu keberadaan Ayah kamu ,Sayang.’’ Jawab Bunda
penuh kelembutan. ‘’tapi kapan ,Bunda? Sudah 17 tahun Vera gak ketemu dengan Ayah.’’ Balasku dengan kecewa. ‘’belum saatnya
kamu tahu ,Sayang’’ tanpa merasa perlu aku menjawab ,aku pun pergi meninggalkan
Bunda. Hari-hari ku lalui dengan penuh semangat dan keceriaan.
Tanpa
terasa ,kini aku telah lulus SMA dengan nilai yang memuaskan. Aku mendapatkan
beasiswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi favorit. Berita ini cukup membat
Bunda bahagia. Setahun sudah ku lalui di perguruan tinggi ini. Suatu hari
,penyakit Bunda kambuh tiba-tiba. Saat aku pulang kuliah ,aku menemukan Bunda
terbaring di lantai dapur rumahku. Beruntung saat itu aku tidak mendapat kuliah
malam. Tanpa berpikir panjang ,aku langsung membawa Bunda ke Rumah Sakit. Kata
dokter ,Bunda harus mendapatkan perawatan intensif. Terpaksa Bunda harus di
rawat inap disana.
Sudah
seminggu Bunda dirawat di Rumah Sakit. Aku begitu mengkhawatirkan keadaan
Bunda. Padahal sudah hampir 4 tahun ini penyakit Bunda tidak datang lagi. Suatu
hari sepulang aku kuliah ,aku menjenguk Bunda. Aku rindu padanya. Aku
menanyakan keadaannya. ‘’bagaimana keadaan Bunda?’’ tanyaku khawatir. ‘’Bunda
baik-baik saja ,sayang.’’ Begitu jawaban Bunda setiap aku menanyakan
keadaannya. ‘’apa yang Bunda inginkan sekarang? Apa Bunda lapar? Nanti Vera
carikan makanan untuk Bunda.’’ tawarku pada Bunda. ‘’tak perlu ,Sayang. Tadi
suster sudah membawakan Bunda bubur.’’ Tolaknya sambil menunjuk ke arah meja
yang di atasnya terdapat semangkuk bubur yang masih utuh. Kelihatannya belum di
sentuh Bunda sama sekali. ‘’Bunda ,apa Bunda tidak memakan bubur itu?’’ Bunda
hanya mengangguk. ‘’kenapa Bunda? Vera suapin ya.’’ Segera ku ambil semangkuk
bubur tersebut. Berniat menyuapi Bunda. Namun ,Bunda sama sekali tidak membuka
mulutnya. ‘’Bunda ,Bunda makan ya? Nanti Bunda gak sembuh-sembuh.’’ Akhirnya Bunda pun membuka mulutnya.
Sudah
hampir 3 bulan Bunda dirawat di Rumah Sakit. Namun ,ku rasa keadaan Bunda tak
kunjung membaik. Begitu pun kata dokter yang merawat Bunda. Ak takut Bunda
kenapa-kenapa. Sungguh ,aku tak ingin kehilangan orang yang aku sayangi. Dokter
mengatakan akan berusaha membuat keadaan Bunda jauh lebih baik. Semoga Bunda
masih diberi kesempatan untuk terus bersamaku.
Waktu terus
berputar. Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Dan bulan berganti
menjadi tahun. Yapp..!! Setahun sudah Bunda dirawat di Rumah Sakit. Keadaan
Bunda semakin parah. Wajah Bunda yang segar dan cantik ,tak ku temukan lagi
sekarang. Wajah Bunda kini sudah pucat tak seperti dulu lagi. Suatu ketika
,Bunda harus menerima kenyataan bahwa ginjalnya bagian kiri sudah tak berfungsi
lagi. Dan ia harus di operasi untuk mengeluarkan ginjalnya yang tak berfungsi
itu.
Kenyataan
yang pahit dan sangat menyakitkan harus ku terima. Bunda tak bisa di selamatkan
lagi. Bunda harus pergi jauh. Dan tak akan kembali. Aku terisak mengetahui hal
tersebut. Aku harus hidup dengan siapa sekarang? Tanpa seorang Ayah. Tanpa
seorang Bunda.
Prosesi
pemakaman Bunda akan berlangsung pagi ini. Aku menangis memendam kecewa.
Mengapa Bunda begitu cepat meninggalkanku. Dan Bunda meninggalkanku sebelum aku
mengetahui Ayahku siapa. Tuhan ,kenapa Kau begitu jahat kepadaku? Kenapa Kau
mengambil Bundaku secepat itu. Aku pun tak tahu Ayahku siapa. ‘’Bundaaaaa….
Jangan tinggalkan aku. Aku tak bisa hidup tanpa Bunda. aku sangat menyayangi
Bunda. Aku mohon kembali ,Bundaa.’’ Aku teriak sekencang-kencangnya di
pemakaman tersebut. Aku tak kuasa menahan kesedihan. Namun ,apa yang bisa ku
lakukan. Bunda tak mungkin kembali. Bunda sudah bahagia di alam sana. Aku akan
selalu mendo’akannya.
Hari-hari
ku lalui tanpa Bunda. Aku berusaha menjadi pribadi yang bahagia sekarang. Namun
tak bisa aku menutupi kesedihan itu. Aku seorang yatim piatu. ‘’aku harus
mencari Ayah.’’ Aku membatin setiap mengingat kejadian-kejadian yang telah
lalu. Aku membuka lemari Bunda yang penuh debu karena tak pernah di buka. Tak
sengaja ku temukan selembar foto lelaki mengenakan seragam yang membuat dirinya
gagah perkasa. Bisa ku tebak ,dia pasti seorang polisi. Aku terus mencari berkas-berkas
lain di lemari Bunda. Siapa tahu aku bisa menemukan informasi lain tentang
Ayah. Tak lama aku menemukan beberapa lembar kertas yang menarik perhatianku.
Ternyata kertas itu adalah surat keterangan dokter tentang penyakit Bunda. Ya!
Penyakit itu sudah lama di derita Bunda. Tapi kenapa Bunda tak pernah memberitahuku.
Kenapa Bunda setega itu? Bunda rela menyimpan rasa sakitnya di depanku.
Daripada harus memberitahuku. Bunda wanita yang hebat. Aku sangat
menyayanginya.
Kini aku
telah mendapatkan informasi tentang keberadaan Ayah. Ayah adalah seorang
Brigadir di salah satu kantor polisi di Ibukota. Aku mendatangi satu-satu
kantor polisi di Ibukota. Naik turun busway. Demi mendapatkan Ayah kandungku.
Ternyata Ayah sudah tidak bekerja lagi di kantor polisi. Tapi ,aku mendapatkan
alamat rumah Ayah yang ditinggalinya sekarang. Semoga saja aku bisa bertemu
Ayah. Namun, takdir berkata lain. ‘’maaf ,orangnya sudah pindah ke daerah Bogor
5 tahun lalu.’’ Begitu kata tetangganya yang melihatku mengetuk-ngetuk pintu
tanpa balasan. Walau Ayah telah pindah ,aku akan terus mencari Ayah. Aku harus menemukannya. Aku
sangat merindukannya.
Setahun
sudah aku hidup sendiri. Jika sedang kesepian seperti ini ,aku jadi ingat
Bunda. Ia selalu menghiburku jika aku kesepian. Namun sekarang ,tak ada lagi
yang bisa menghiburku seperti dulu. Tanpa ku sadari air mataku jatuh membasahi
sela-sela pipiku. ‘’besok ,aku sedang libur kuliah. Tak ada dosen yang masuk
kelasku. Aku harus mencari Ayah.’’ Gumamku.
Hari ini
,tepat hari ulang tahun Bunda yang ke 38 tahun aku bertekad mencari Ayah hingga
aku bertemu dengannya. Aku menyewa mobil Toyota Avanza untuk mencari Ayah ke
Bogor. Aku berharap aku bisa menemukan Ayah. Waktu menunjukkan pukul 11.38 WIB.
Kini aku berada tepat di depan rumah yang Ayah tinggali saat ini. Menurut
informasi yang ku dapat, Ayah tinggal di daerah dekat puncak. Besar
kelihatannya rumah ayah sekarang. Tak bisa ku bayangkan sekaya apa Ayah saat
ini. Aku mulai menekan bel rumah mewah itu. Keluar seorang wanita cantik dengan
pakaian mewah yang sangat mempesona. ‘’permisi ,apakah ini rumah Pak Sugandi
Putra?’’ aku bertanya sopan. ‘’maaf ,bukan. Pak Sugandi telah pindah.’’
Jawabnya. ‘’kalau boleh saya tahu ,pindah kemana ya?’’ tanyaku lagi. ‘’saya
kurang tahu.’’ ‘’oh. Kalau begitu saya permisi. Terima kasih atas waktunya.’’
Pamitku kemudian.
Sebulan
sudah aku tak mencari keberadaan Ayah. Aku sibuk dengan aktivitasku sebagai
seorang mahasiswi. Suatu ketika ,kampusku mengadakan FamilyDay 2012. Yaitu
,acara dimana seluruh mahasiswa maupun mahasiswi mengikutsertakan Ayah Bunda
mereka untuk membuat sebuah pameran keluarga di kampusku. Aku terdiam ketika
membaca pengumuman tersebut. ‘’bagaimana aku akan mengikutinya? Ayah Bunda saja
aku tak punya.’’ Kataku dalam hati. Lama aku menahan kesedihan itu. Pengumuman
acara itu mengingatkanku tentang keluargaku yang tak lengkap. ‘’Oh ,Ayah… Andai
saja Ayah masih ada. Besok aku harus mencari Ayah. Bagaimanapun caranya!!’’
gumamku.
Keesokan
harinya, tepat pukul 09.00 WIB aku pergi ke Bogor untuk mengetahui keberadaan
Ayah. Setelah sekian lama aku mencari keberadaan Ayah, kini aku telah menemukan
seseorang yang sangat dekat pada Ayah. ‘’permisii..’’ begitu aku mengetuk pintu
rumahnya ,keluar seorang lelaki tua yang terlihat seumuran Bunda. ‘’ya ,ada apa dik?’’
tanyanya. ‘’apa ini rumah Pak Bambang?’’ tanyaku kemudian. ‘’iya, adik siapa?’’
ia bertanya balik. ‘’apa Bapak mengetahui keberadaan Pak Sugandi? Saya adalah
anaknya. Saya belum pernah bertemu dengannya. Maka dari itu ,saya ingin
mencarinya. Tolong beritahu saya keberadaan Ayah saya ,Pak.’’ Jelasku panjang
lebar. ‘’emm.. Nak ,kenapa kamu baru menanyakan keberadaan Ayahmu sekarang? Apa
Ibumu tidak memberitahumu tentang ini?’’ tanyanya kemudian. ‘’Bunda saya telah
meninggal beberapa tahun lalu. Sampai beliau meninggal ,beliau belum
memberitahu saya tentang keberadaan Ayah. Tolong saya ,Pak. Saya sangat
merindukan Ayah saya.’’ Jawabku hampir menangis. ‘’mari Bapak antar ,Nak.’’ Ia kemudian
mengantarkanku ke sebuah tempat.
‘’Kenapa
Bapak membawa saya ke tempat seperti ini?’’ tanyaku heran. ‘’nanti kamu akan
mengetahuinya ,Nak.’’ Jawabnya. ‘’disini. Disini keberadaan Ayahmu.’’ Ia kemudian
duduk di samping sebuah makam. ‘’maksud Bapak apa? Apa Ayah saya telah
meninggal?’’ tanyaku heran. Si Bapak hanya mengangguk. ‘’Bapak pasti sedang
bercanda. Tidak mungkin ,Pak!! Ayah saya pasti masih hidup. Bapak jangan bohong
sama saya.’’ Ucapku tak percaya. ‘’memang seperti ini kenyataannya ,Nak. Ini
Ayah kamu. Beliau telah meninggal 3 tahun yang lalu. Maaf ,Nak. Bapak hanya
bisa menemanimu sampai sini. Bapak harus pergi.’’ Katanya sambil berlalu
meninggalkanku. ‘’Tuhan… Kenapa Kau tega mengambil kedua orangtuaku? Aku belum
sempat berbagi kebahagiaan kepada Ayah ,belum sempat melihatnya. Tapi Ayah
telah dulu dipanggil Sang Maha Kuasa.’’ Ratapku tak percaya dengan keadaanku
seperti ini.
Akupun
pulang ke Ibukota dengan perasaan tak karuan. Aku masih belum terima dengan
kenyataan seperti ini. Aku sekarang hidup sebatang kara. Tanpa Ayah Bunda. Aku
harus bisa menjalani hidup dengan keadaan seperti ini. Aku harus tegar
menghadapi cobaan hidup ini.
2 tahun
sudah aku hidup yatim piatu. Tak bisa aku melupakan kejadian menyedihkan dulu.
Kejadian tersebut masih terus menggangguku. Hingga kini aku wisuda. Aku masih
belum bisa melupakan Ayah dan Bunda. Andai saja mereka masih hidup ,pasti
mereka akan menghadiri wisudaku hari ini. Aku rindu pada mereka. Aku ingin
sekali bertemu mereka. Semoga mereka tenang di alam sana.
Ayah… Bunda… Vera sangat menyayangi dan
mencintai kalian..
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar